Sabtu, 21 Maret 2009

MIMPI

Mimpi

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra-indra lain dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep).

Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi. Perkecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan terkadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.

Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.

Freud menyatakan bahwa mimpi adalah sebuah ‘saluran’ pengaman bagi emosi manusia, dimana emosi atau perasaan-perasaan yang ditekan selama terjaga dapat dikeluarkan secara sehat lewat mimpi. Mimpi yang oleh banyak peneliti disebut sebagai sleep mentation, mempunyai hubungan erat engan emosi. Dikatakan bahwa kualitas mimpi dipengaruhi oleh keadaan emosi sebelum tidur. Seseorang yang sedang cemas, sering kali mengalami mimpi yang menyeramkan hingga mengganggu proses tidur dan terbangun di tengah malam. Tetapi jika seseorang sering bermimpi buruk belum tentu dia depresi atau cemas, ini bisa saja disebabkan oleh kegemarannya menonton film horor.

Fase REM dalam tidur

Sekitar tahun 1953, peneliti Nathaniel Kleitman membuat suatu penemuan penting mengenai fase REM (Rapid Eye Movement) dalam tidur. Fase ini ditandai dengan pergerakan bola mata yang cepat secara periodik yang terjadi baik pada manusia maupun hewan saat tertidur. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan sukarelawan sebagai subjek penelitian, saat tidur subjek penelitian dihubungkan dengan peralatan-peralatan EEG (electroencephalogram, pengukur gelombang otak), EMG (electromyogram, pengukur pergerakan otot), dan EOG (electroculogram, pengukur gerakan bola mata). Sekitar 90% subjek yang dibangunkan dari tidur saat mengalami fase REM melaporkan bahwa mereka mengalami mimpi (sekitar 60% subjek yang dibangunkan sebelum mengalami fase REM juga melaporkan mengalami aktifitas mirip mimpi dalam tidurnya).

Sebelum adanya penelitian mengenai REM, masih belum diketahui persis seberapa sering manusia bermimpi. Beberapa teori bahkan menyebutkan bahwa impian merupakan tanda-tanda gangguan mental bagi mereka yang mengalaminya. Melalui riset laboratorium mengenai mimpi, subjek dibangunkan dari tidurnya setelah mengalami fase REM untuk diteliti aktifitas mentalnya selama tidur secara seksama. Manusia diketahui mengalami mimpi pada setiap malam. Pada manusia dewasa, mimpi biasanya berlangsung pada sekitar 90 menit setelah mulai tertidur dan terjadi lagi setiap 90 menit dengan durasi yang lebih lama, selama total 2 jam fase REM dalam tidur malam. Dengan rata-rata 5 mimpi tiap malam, manusia rata2 mengalami 136.000 impian sepanjang hidupnya dengan waktu yang setara dengan 6 tahun fase REM dalam tidur!

Saat mengalami mimpi dalam fase REM, manusia mengalami peningkatan pada detak jantung, pernafasan, tekanan darah, konsumsi oksigen, dan pengeluaran getah lambung. Tidur fase REM biasanya disebut sebagai tidur paradox karena memiliki karakteristik seperti tidur fase awal (light sleep) dan tidur fase lanjut (deep sleep) sekaligus: Berdasarkan pengukuran pada EEG, fase REM adalah tidur fase awal (tingkat I), sedangkan berdasarkan pengukuran EMG merupakan tidur fase lanjut (tingkat IV), karena sebagian besar otot seolah-olah “dilumpuhkan” secara bersamaan untuk mencegah si pemimpi secara fisik melakukan apa yang diimpikannya (misalnya berjalan sambil tidur).

Beberapa teori mencoba menjelaskan mengenai manfaat fase REM dalam tidur diantaranya:

  • Tidur fase REM memungkinkan stimulasi bagi perkembangan otak

  • Sebagai bagian dari fungsi perbaikan secara kimia terhadap bagian otak yang mengalami kerusakan

  • Memungkinkan terjadinya koordinasi terhadap gerak mata, berdasarkan fakta bahwa pada fase tidur non REM, kedua bola mata bergerak secara sendiri-sendiri

  • Sebagai fungsi penjagaan, berhubung pada tidur fase REM (tingkat I) dikenali sebagai fase setengah sadar sebelum betul-betul terbangun dari tidur

  • Teori paling akhir yang juga kontroversial menyebutkan bahwa dalam tidur fase REM terjadi penghapusan fungsi neurologis pada otak

  • Dalam pengertian psikologis, mimpi pada fase REM diduga dapat meningkatkan dan meng-organisasi memori (ingatan) di otak.

Penyebab terjadinya Mimpi

Berlawanan dengan apa yang diyakini kebanyakan orang, mimpi TIDAK disebabkan karena memakan makanan tertentu sebelum tidur, atau stimulus (rangsangan) tertentu dari lingkungan sekitarnya selama tidur. Mimpi disebabkan oleh proses biologis internal dalam tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel otak besar pada bagian belakang otak secara periodik pecah dalam selang waktu sekitar 90 menit, dan mengirimkan rangsangan (stimuli) yang bersifat acak (random) ke bagian korteks (cortex) pada otak. Sebagai akibatnya, bagian memori, sensorik, kontrol saraf, dan kesadaran pada otak ter-stimulasi secara acak yang berdampak adanya rangsangan pada puncak bagian korteks pada otak. Menurut penelitian ini, proses diatas mengakibatkan kita mengalami apa yang kita sebut sebagai mimpi.

Pada akhir-akhir ini, kontroveresi yang paling signifikan mengenai mimpi berkisar pada pertanyaan apakah mimpi memiliki kaitan langsung dengan pribadi seseorang ataukah tidak. Sebagian psikoterapis berpendapat bahwa saat rangsangan neurologis dari otak memicu proses terjadinya mimpi, isi atau representasi dalam mimpi dapat berasal dari kebutuhan, keinginan, atau harapan dari alam bawah sadar dan kehidupan sehari-hari pada orang yang mengalami mimpi tersebut. Karena itu sebagian psikoterapis beranggapan bahwa mimpi merupakan cetusan dari alam bawah sadar seseorang. Penjelasan ini dikenal sebagai penjelasan “phenomenological-clinical”, atau “top-down”. Dilain pihak, penjelasan neourologis, atau “bottom-up”, menyatakan bahwa mimpi sama sekali tidak memiliki arti khusus. Diantara keduanya terdapat pendekatan yang disebut “context analysis”, yang menjelaskan dan mengklasifikasikan representasi yang ditemukan seseorang dalam mimpinya, seperti manusia, rumah, kendaraan, pohon, kendaraan, tanpa interpretasi yang mendalam mengenai detil objek tersebut. Perbedaan antara representasi telah ditemukan antara mimpi yang dialami pria dan wanita, serta mimpi yang dialami manusia dalam berbagai tingkatan pertumbuhan. Mengenai arti perbedaan tersebut saat ini masih dalam penelitian.

Angga berkata, jika berdasarkan teori dari Sigmun Freud maka semestinya mimpi yang terjadi pada kita berhubungan erat dengan keadaan emosi sebelum kita tidur. Keadaan emosi ini sendiri bisa kita sadari, bisa juga tidak kita sadari dimana pada keadaan emosi yang tidak kita sadari, biasanya kejadian adalah kejadian yang kita anggap biasa tetapi sebenarnya luar biasa oleh karena sesuatu seperti penolakan, kelucuan, amarah, dan sebagainya.

Sedangkan bila berdasarkan pada pendapat terakhir tentang penyebab terjadinya mimpi, mungkin ini yang terjadi pada istri teman kantor Angga. Terbilang biasa-biasa bergaul dengan Angga, hampir tidak pernah bertemu, tidak pernah ada konflik sosial. Cuma kok mimpinya anehhhhhhhhhhhhhhhhh. Hihihihi

INTINYA ADALAHHHHHHHHHHHH MIMPILAH ENGKAU SEBELUM ENGKAU DIMIMPIKAN ORANG LAIN :P

Sumber: wikipedia, dhani, sleepclinicjakarta


(Nate)