Selasa, 06 April 2010

Teknik Perkawinan Antarmikroba

Perkawinan merupakan cara yang dilakukan manusia untuk berkembang biak. Sel ovum dari ibu dan sperma dari ayah bertemu dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Selain manusia, sebagian besar hewan juga melakukan perkawinan untuk mempertahankan populasinya.



Berbeda dengan hewan ataupun manusia, jasad renik (mikroorganisme) umumnya tidak melakukan perkawinan untuk berkembang biak. Mikroorganisme, seperti bakteri, melakukan pembelahan sel untuk memperbanyak jumlah populasinya. Proses perkawinan merupakan peristiwa yang jarang terjadi dalam kehidupan bakteri, tetapi bukan berarti bakteri tidak mampu melakukan proses perkawinan. Bakteri tidak memerlukan perbedaan kelamin dalam melakukan perkawinan karena memang bakteri tidak mengenal adanya perbedaan jenis kelamin.

Salah satu proses perkawinan antarbakteri adalah proses konjugasi di mana terjadi perpindahan materi genetik (DNA) bakteri donor ke bakteri resipien (penerima). Umumnya, proses ini bisa terjadi pada bakteri-bakteri yang memiliki kekerabatan yang dekat. Bakteri donor harus memiliki pili seks, yakni organel (bagian dari sel bakteri) yang bisa digunakan sebagai selang suntik ke bakteri resipien.

Selain itu, bakteri penerima harus bersifat kompeten atau mau menerima donor materi genetik dari bakteri lain. Kondisi inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan terjadinya perkawinan antarbakteri secara alamiah.

Prinsip konjugasi telah memberikan inspirasi bagi ilmuwan dalam memperbaiki sifat genetis bakteri (rekayasa genetika). Kloning bakteri merupakan cara yang umum dilakukan untuk memperbaiki sifat bakteri.

Secara sederhana, perbaikan sifat bakteri dengan proses kloning dapat digambarkan sebagai berikut: bakteri A memiliki kemampuan dalam memakan limbah pertanian, tetapi tidak memiliki kemampuan dalam menghasilkan etanol (bahan bakar nabati). Kita menginginkan bakteri tersebut dapat mengubah limbah menjadi etanol.

Etanol dalam sel bakteri

Pertama-tama, kita harus mengetahui mekanisme produksi etanol di dalam sel bakteri. Setelah diketahui gen yang berperan dalam produksi etanol, kita dapat memasukkan gen tersebut ke dalam bakteri A (bakteri target). Bakteri A yang telah mengandung gen tersebut diharapkan akan tetap memiliki kemampuan mengonsumsi limbah dan sebagai tambahan, bakteri tersebut juga mampu memproduksi etanol.

Dalam praktiknya, proses kloning tidak mudah untuk dilakukan. Proses kloning memerlukan teknologi yang memadai dalam penerapannya. Kloning memerlukan pengetahuan lengkap mengenai jalur metabolisme dari bakteri target. Kadang kala di dalam bakteri target terdapat beberapa jalur metabolisme yang menghambat ekspresi (hasil kerja) dari gen yang dimasukkan.

Contohnya, meski telah dimasukkan gen yang bertanggung jawab dalam produksi etanol, tetapi bakteri A tetap tidak mampu menghasilkan etanol karena dalam bakteri A terdapat jalur metabolisme yang memblokir jalur produksi etanol.

Oleh karena itu, bakteri yang bisa dijadikan sebagai bakteri target terbatas hanya untuk bakteri yang telah selesai dikarakterisasi (diteliti sifat genetiknya), seperti Escherichia coli.

”Genome shuffling”

Baru-baru ini, beberapa penelitian dilaporkan telah berhasil memperbaiki sifat bakteri dengan teknik perkawinan langsung antarmikroba. Teknik ini disebut sebagai genome shuffling.

Penelitian Zhang et al. (2002) dilaporkan berhasil menggunakan teknik tersebut untuk meningkatkan produksi tilosin (antibiotik) pada Streptomyces fradiae begitu pula penelitian yang dilakukan Hida et al. (2007) telah berhasil meningkatkan produksi asam hidroksisitrat (bahan baku obat).

Teknik tersebut juga berhasil menggabungkan sifat 2 bakteri yang berbeda sehingga terbentuk bakteri baru yang memiliki kemampuan dalam menfermentasi limbah pati-patian menjadi asam laktat (bahan pengawet alami) (John et al. 2008).

Prinsip dari perkawinan langsung antarbakteri (genome shuffling) adalah penggabungan dua/lebih sel bakteri yang memiliki sifat unggul sehingga dihasilkan bakteri baru yang memiliki sifat unggul dari kedua induknya. Proses ini bisa terjadi secara alami, tetapi kemungkinannya sangat kecil. Beberapa kendala yang menghambat terjadinya perkawinan antarbakteri telah berhasil diatasi oleh para ilmuwan. Beberapa penelitian telah menemukan kondisi optimal yang memungkinkan perkawinan antarbakteri menjadi lebih mudah dilakukan.

Perkawinan antarbakteri merupakan hal yang tidak lazim karena setiap bakteri memiliki bagian pelindung berupa dinding sel. Adanya dinding sel ini akan mencegah materi/benda asing masuk ke dalam sel. Tentu saja, hal ini sekaligus menyebabkan proses perkawinan antarbakteri sulit terjadi.

Dalam teknik genome shuffling, dinding sel bakteri dihilangkan dengan menggunakan enzim khusus, seperti lisozim dan mutanolisin. Sel-sel bakteri yang telah kehilangan dinding selnya kemudian dicampurkan sehingga antarsel akan saling bergabung (fusi) membentuk sel baru. Hasil penggabungan antarsel ini masih belum memiliki dinding sel.

Sel ini harus ditempatkan pada lingkungan yang memiliki tekanan osmotik yang sesuai karena tanpa dinding sel, suatu sel akan sangat rawan pecah. Dinding sel harus segera dibentuk kembali supaya bakteri baru tersebut mampu hidup secara normal.

Proses pembentukan dinding sel dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri hasil fusi tersebut di media pertumbuhan yang sesuai.

Perkawinan antarbakteri terjadi secara acak sehingga sifat dari bakteri hasil fusi ini memiliki kemungkinan sifat yang beragam. Oleh karena itu, tahap selanjutnya dari genome shuffling adalah menyeleksi bakteri hasil fusi menggunakan metode seleksi yang spesifik, seperti teknik PCR (polymerase chain reaction) untuk memilih bakteri dengan sifat yang sesuai dengan yang kita inginkan.

Perkawinan antarbakteri (genome shuffling) merupakan suatu teknik yang cukup aplikatif untuk diterapkan di Indonesia. Teknik ini tidak memerlukan peralatan yang canggih dalam pelaksanaannya. Teknik ini relatif lebih efisien dan murah dibandingkan dengan teknik rekayasa genetika lainnya.

Hampir semua bakteri dapat direkayasa menggunakan teknik ini sehingga teknik ini dapat mempermudah kita dalam memperbaiki sifat genetis bakteri lokal Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki biodiversitas yang luar biasa kaya, teknik ini memberikan solusi bagi kita untuk mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia terutama mikroorganisme dengan biaya yang lebih terjangkau.

Penulis: RETNO WAHYU NURHAYATI Magang di Laboratorium Carbohydrate and Bioengineering Research Group Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Sumber: Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar