Sabtu, 21 Maret 2009
iptek buat akherat
"..semakin sains dan teknologi berkembang, terindikasi semakin sedikit manusia yang bersyukur. Malah kejahatan dikalangan manusia bertambah kejam. Adakalanya manusia bukan lagi seperti manusia lagi, karena sudah hilang kemanusiaanya..”
Didalam kamus bahasa, Sains diartikan dengan ilmu pengetahuan yang sistematik, boleh diuji dan dibuktikan kebenarannya. Selain itu juga sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berdasar kebenaran dan kenyataan seperti fisika, kimia, biologi, matematika, astronomi dan lain sebagainya.
Kemudian Teknologi adalah aftifitas canggih “pada saat itu” dengan berdasar pada pengetahuan sains untuk tujuan memudahkan pekerjaan manusia seperti dibidang komunikasi, industri, perdagangan, pertanian dan sebagainya.
Seperti yang telah kita ketahui dan rasakan bersama bahwa berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi. Maka proses dakwah dan ukhuwah Islam bisa lebih maju dan semakian cepat berkembang dimanapun berada.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melaju terus demi menciptakan cara dan metoda yang mudah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Apa yang diinginkan manusia akan mudah dicapai, apa yang diangankan dengan mudah didapat. Tetapi apakah semua itu pasti memberikan kesejahteraan dan kedamaian di dunia ini ? Tentu Tidak ! begitulah jawabnya, sebagian manusia akan merasa bahagia dengan teknologi , dibelahan bumi lain sebagian manusia menderita dan terkoyak kedamaiannya karena teknologi itu sendiri. Itupun yang terjadi di alam dunia, bagaimana dengan jaminan keselamatan di akhirat kelak ? bukankah kita mengaku beragama, mengaku percaya hari akhir dan hari sesudahnya?
Kemajuan peradaban manusia di bumi tanpa ditunjang oleh iman dan taqwa maka hanya menguntungkan sementara kepada sebagian pihak dan pada akhirnya tersalah gunakan untuk merusakkan manusia secara global.
Dari dua sisi mata pedang yang tajam, sisi negative sebuah kemajuan sains dan iptek dapat melahirkan manusia yang ponggah, gemblung, tamak, bakhil, egois, menindas, zinaisme, mubazirisme, bebal, bengis, penumpuk harta, lupa kepada Allah SWT bahkan lupa akan kemanusiaan yang ada pada dirinya dan 1001 model kejahatan lainnya.
Bukankah Allah SWT memberikan firman pertamanya
“Bacalah dengan nama Tuhan yang menciptakan” (TQS. Al Alaq : 96 : 01)
Kata Iqra (Bacalah !) bukanlah dimaknai secara letterlek dengan membaca sebuah teks apalagi buku. Apalagi memahami bahwa Malaikat Jibril membawa sebauh teks tertulis. Betul sekali ! bahwa Iqra disini merupakan sebuah kata kerja. Tetapi objek dari kata kerja tersebut tidak disebutkan secara khusus, bukan? alias objek yang kudu dibaca adalah bersifat umum. Iqra bukan hanya sekedar membaca teks atau naskah, tapi lebih luas lagi! Menelaah, riset, merenungkan, eksperimen, berkarya, modifikasi dan sebagainya.
Objeknya adalah firman-firman Allah SWT dalam Al Qur’an maupun Hadist shahih Rosululloh SAW, fenomena alam dan sosial, maupun hasil karya manusia berupa “ramuan-ramuan” iptek dari waktu ke waktu sejak jaman keemasan Islam sampai dengan sekarang baik berupa pemikiran ataupun produk.
Mengaitkan “membaca” dengan nama Allah SWT bermakna agar pelaku melakukan kegiatan ilmiah dengan penuh keikhlasan mencari ridho Allah SWT. Sehingga ilmu yang didapat akan lebih membarakan sifat khauf, takut kepada Allah SWT.
Fakta dilapangan seringkali manusia lupa diri, apalagi telah berhasil berbuat sesuatu yang hebat!. Berapa banyak tukang ilmu : sarjanan, doctor bahkan professor yang malah berbalik menjadi seolah atheis setelah mengetahui tentang ilmunya. “Where is the God ?” kata mereka, bukankah semesta ini berjalan dengan sendirinya?. Mungkin itulah yang disebut arogansi intelektual.
Mustinya, dengan menggenggam iptek maka akan semakin kecil diri kita. Bukankah Allah SWT dalam firmannya menyebutkan :
“ Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (TQS. Al Kahfi : 18 : 109)
Kita akan semakin merasa kecil, dan sadar bahwa Allah itu Maha Luas, unlimited. Yang kita inginkan adalah penyadaran diri bahwa manusia ini diciptakan tidak lain tidak bukan untuk menyembah Allah SWT.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. “ (TQS. Ad Dzariyat : 51: 56)
Allah telah berikan fasilitas akal dan panca indera untuk menjadi khalifah dimuka bumi, termasuk hak penuh mengelola alam dan isinya demi kesejahteraan manusia dibumi dan alam sesudahnya.
“Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi ini ” (TQS. Al Baqarah : 02 : 30)
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi ini ” (TQS. Al Fathir : 35 : 39)
Janganlah pemberian kedudukan yang paling mulia diantara makhluk lainnya itu, kita “turunkan” sendiri menjadi hina dina bahkan sampai-sampai menjadikannnya lebih jelek dari seekor binatang. Semua itu berawal dari kesombongan karena telah mengetahui setitik ilmu diantara lautan yang maha luas dari Ilmu Allah SWT. Dan manusiapun tidak pernah sempurna !
sumber: http://percikaniman.org/detail_artikel.php?cPub=Hits&cID=490
Aeon (ramdani A2)