Sabtu, 06 Maret 2010

“Homing Device” Terbaru untuk Melawan Kanker Prostat

kanker prostat 
Suatu “homing device” kanker prostate terbaru akan meningkatkan pendeteksian dan memberikan perawatan penyakit tepat sasaran yang pertama.
Sebuah tim peneliti pada Universitas Purdue telah mensintesakan suatu molekul yang menemukan dan menekan sel kanker prostat dan telah menciptakan beberapa pencitraan dan obat terapi yang dapat menghubungkan antara molekul tersebut dan dibawa seperti halnya muatan.

Alga di Yellowstone Diketahui Dapat Men-Detoksifikasi Zat Arsenik

Arsenic mungkin zat yang keras, tetapi para ilmuwan telah menemukan bahwa alga di Yellowstone National Park adalah yang lebih keras.
Alga – alga yang bersel tunggal sederhana adalah Cyanidioschyzon – tumbuh dengan subur di kondisi yang sangat asam dan secara kimiawi memodifikasi arsenic yang tumbuh alamiah sepanjang musim semi yang panas, kata Tim McDermott, profesor pada Department of Land Resources and Environmental Sciences Di Universitas Montana State.


Cyanidioschyzon nantinya dapat membantu mereklamasi limbah tambang yang bermuatan arsenic dan membantu dalam segala hal dari eksplorasi ruang angkasa hingga menciptakan makanan yang aman dan herbisida, kata para ilmuwan.

5 Mitos Salah tentang Tubuh Perempuan


400_F_6699293_cd445IYwk8mCMgxkXODiKQFzhLTnDxxf
Netsains.Com – Tubuh perempuan beserta semua keajaibannya masih menjadi misteri bagi kebanyakan orang. Mereka berbeda sebab mampu mengalami reporoduksi yang tak dialami kaum Adam. Di masyarakat beredar beberapa mitos atau anggapan yang salah mengenai tubuh kaum Hawa ini.
Apa saja anggapan salah itu?

Pembuatan Alkohol Dalam Skala Produksi

Halaman ini menjelaskan tentang pembuatan alkohol dalam skala produksi dengan metode hidrasi langsung alkana, dengan sebagian besar berfokus pada hidrasi etena untuk membuat etanol. Selanjutnya, metode ini dibandingkan dengan pembuatan etanol melalui proses fermentasi.

Pro dan Kontra Trembesi

Pada tulisan sebelumnya (Trembesi Serap 28 Ton CO2) membahas tentang manfaat dari trembesi. Namun, penanaman pohon Trembesi tersebut memiliki Pro dan Kontra.

Menurut sumber yang dikutip dari kompas.com, "Trembesi termasuk jenis pohon dengan evaporasi atau penguapan tinggi sehingga berpotensi mengeringkan sumber air,” kata Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Mochammad Na’im.

Hal berbeda diungkapkan dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Endes N Dahlan, di Bogor, kemarin. Menurut dia, trembesi pada mulanya diketahui tumbuh di savana Peru, Brasil, dan Meksiko, yang minim air. ”Kemampuan tumbuh di savana menunjukkan, pohon ini tidak memiliki evaporasi tinggi,” ujarnya.

Endes adalah salah satu akademisi yang diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan pembekalan penanaman trembesi, 13 Januari 2010 di Istana Negara. Endes meneliti daya serap emisi karbon dioksida atas 43 jenis tanaman pada 2008.

Hasil penelitian pada trembesi dengan diameter tajuk 10-15 meter menunjukkan, trembesi menyerap karbon dioksida 28,5 ton per tahun. Ini angka terbesar di antara 43 jenis tanaman yang diteliti, bahkan ditambah 26 jenis tanaman lain, daya serap karbon dioksida trembesi tetap terbesar. Meskipun demikian, Endes belum bisa menjelaskan 68 jenis pohon lainnya yang diteliti.

Dia mengaku, belum meriset secara rinci kapasitas evaporasi trembesi. Diketahui pula, trembesi memiliki sistem perakaran yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mengikat nitrogen dari udara.

Kandungan 78 persen nitrogen di udara memungkinkan trembesi bisa hidup di lahan-lahan marjinal, juga lahan-lahan kritis, seperti bekas tambang, bahkan mampu bertahan pada keasaman tanah yang tinggi. ”Selain tahan kekeringan, juga tahan genangan,” kata Endes.

Menurut Na’im, trembesi memiliki tajuk yang luas, sekaligus tebal. Kondisi ini membuat cahaya matahari sulit menembus. ”Tanaman di bawah naungan tajuknya tidak bisa tercukupi cahaya matahari sehingga tidak bisa tumbuh subur, bahkan mati. Jenis tanaman ini sebaiknya untuk perindang,” ujar Na’im.

Distribusi benih

Saat ini pemerintah telah mendistribusikan benih trembesi. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Anik Indarwati, mengatakan, pihaknya sudah menerima 40 kg benih trembesi pada awal Februari 2010.

”Trembesi dikenal dengan nama munggur. Tanaman ini tidak diarahkan untuk perkebunan rakyat karena khawatir membunuh tanaman lain,” kata Anik.

Trembesi dikenalkan pemerintah kolonial Belanda. Biasa ditanam sebagai perindang, termasuk perindang pada penampungan kayu kehutanan.

Trembesi cepat tumbuh, dalam lima tahun diameter batang bisa mencapai 25 sentimeter-30 sentimeter. Tetapi, keunggulan yang sama juga dimiliki berbagai pohon spesies asli Indonesia, di antaranya keluarga meranti, jabon, ketapang, atau pulai.

Menurut peneliti senior Biotrop Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Supriyanto, jenis trembesi saat ini juga belum diteliti apakah termasuk jenis yang invasif atau bukan. Jenis invasif itu mampu mendesak atau mematikan jenis tanaman lain di sekitarnya.

Hal ini seperti terjadi pada jenis tanaman akasia yang ditanam di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Tanaman ini mengakibatkan rumput sebagai sumber pakan kerbau liar tidak tumbuh.